Kamis, 01 Agustus 2013

Kisah Nyata Arwah Dukun Santet

Ini adalah kisah nyataku sendiri yang gk bisa aku lupakan sampai saat ini.
Di awal cerita waktu itu umurku masih 17 thun.aku anak satu2nya dari mama dan papa.
Walau aku anak terakhir tapi aku merasa kurang kasih sayang dari mereka.
Di karnakan orang tuaku selalu sibuk dengan krjaan mereka masing2..setiap malam Aku selalu sendirian di rumah, sebenarnya aku takut kalau stiap mlm selalu sendiri di rumah nunggu ortuku pulang kerja, maklum rumahku ini bekas tanah kosong dan di samping rumahku ini ada kuburan yg konon kata orang kuburan itu adalah kuburanya dukun santet,jadi agak angker.
Waktu itu pada hari jumat..pas jam 220 ntah knapa aku gak bisah tidur..
Perasaan ini terasa gk enak banget,,
tapi aku mencoba menghilangkan rasa takut ini dengan mndengarkan musik.
Tapi ntah knapa rasah takut ini gk malah hilang yang ada malah rasanya semakiiinn takutt jha..
Lalu aku stell musik aku dngan volume tambah keras,gk perduli waktu itu sudah malam,,aku pikir dngan begini rasah takutku bisa hilang.
Tapi tiba-tiba dari bawah kolong kamar tidurku ada seseorang yg merintih kesakitan dan minta tolong padaku..
Dngan suara yg amat sangat mnyeramkann..
Aku sangat kagett dan takutt bangett sampai tubuh ini lemass..
Gk brapa lama pintu kamarku ada yg ngetok2 3 kali..
Aku pun jadi tambah takutt, tapi aku membranikan diri aku dan mencobah tuk mnanyakan siapa yg ngetok pintu trsebut..
Akhirnya ku dengar ternyata itu suara mama dan papa ku..aku pun membuka pintu kamarku dan langsung memeluk mama dan papaku..sambil nangis..
Tapi mama papaku diam saja tidak ada reaksi apa pun dia hanya berdiam berdiri..
Aku pun mnanyakan pada mereka, aku pikir mereka lg marahan,,tapi mereka hanya mnggelengkan kepalanya tanpa ada satu kata pun yang keluar..
Aku sbenarnya heran dengn orng tua aku,sbenarnya mreka knap..?
Tapi Belum juga aku menanyakan ucapanku tiba2 papah dan mamaku ku memegang tanganku dan mengajaku keluar ntah mau di ajak kemana aku..
Aku pun diam saja gk ada fikiran yang aneh2 karna mereka adalah orang tua aku..
Sudah bbrapa lama aku nyampe di suatu tempat yg baru pertama aku lihat selama aku tinggal di situ..
Aku amat sangat kaget ketika Aku melihat di skelilingku banyak orang2 yg mengikutiku,mreka sangat aneh skaali,ada yang gak punya tangan,ada yg gk punya kaki,dan ada yang mukanya amat sangat hancur sampai matanya mau keluar..
Aku takut sekalii wktu itu..
Akupun langsung peluk papaku yang berada dekat aku..sambil memejamkan mataku karna takut sekali..
Tapi ada yg aneh dngan bau tubuh papaku..yg tadi baunya wangi sekarang baunya jadi busuuukkk sekali sampai aku mau muall..
Pas aku membuka mata trnyata..!! Yang aku peluk bukan papaku..
Dia adalh maklukk yg amat sangat mnyeramkan,mtanya keluar kebawah,sdangkan gigi dan kukunya panjang skalii..
Tubuhnya di penuhi oleh blatung..
Bgitupun mamaku dia juga sama sperti itu..
Aku yg waktu itu masih meluk papa,aku langsung mlepas kan pelukanku dan langsung jatuh kblakang karna kaget..
Dan mreka ber 2 mndekati aku dengan muka yg amat sangat marah..
Ingin skali aku lari dan teriak tapi apala daya kaki dan mulutku terasah terkuncii..
Aku cuma bisa gmetar dan mnahan rasah takut ini..
Tapi aku ingat perkataan dari ibu aku yg perna beliau ajarkan ke aku mngenai ilmu agama..
Aku pun langsung membaca ayat2 sebisa aku..dan aku mengucapkan istigfar brulang2..
Dan tiba2 selang waktu yg gk lama ada cahaya putih yg menghantam mereka,,hingga mreka brteriak kesakitan,,dan menghilang ntah kmana..
Aku yg msih terjatuh, dan masih memjamkan mata,,gk henti2'y membaca kalimat allah.. Sketika itu tiba2 aku khilangan ksadaranku..
Pas mata ku aku buka tiba di depan ku sudah ada mama papa dan pak ustad..
Terlihat mama yg lagi meluk papa sambil mnangiss..
Pas aku bangun mamaku langsung meluk aku sambil nangis..
Aku pun sbaliknya..
Dan pak ustad pun suruh aku mncritakan apa yg di alami oleh ku..
Konon kata pak ustad aku di bawah oleh arwah duku santet. kuburanya di dekat samping rumahku..
Sungguh ini pengalamanku yang sangat gk bisah aku lupakan seumur hidup aku..
Dan kini mama aku gk lagi kerja mungkin karna beliau hawatir sama aku..
Demikian cerita horor dari saya semoga bermanfaat untuk kalian ... ^_^

Selasa, 30 Juli 2013

MANTRA PELET MELAYU

Irwan adalah pemuda lugu dan polos yang baru saja datang dari Pulau Bintan untuk menimba ilmu di salah satu Perguruan
Tinggi Swasta yang ada di bilangan Depok. Walau tergolong baru menjejakkan kaki di belantara pinggiran Jakarta, tetapi, ia
telah memiliki banyak kenalan, teman bahkan beberapa sahabat yang selalu saja mengerumuninya.
Betapa tidak, karena Irwan adalah sosok yang sangat humoris, pandai bergaul dan menempatkan diri, ringan tangan serta
tergolong pandai pula. Itulah sebabnya, kenapa dalam waktu dekat, semua mahasiswa yang belajar di fakultas itu sangat mengenalnya dengan baik.
Bobby, salah seorang seniornya yang pecinta alam itu, terkadang meminta Irwan untuk membantunya dalam
beberapa kegiatan. Akibatnya, keduanya semakin dekat. Boleh dikata, di mana ada Bobby, pasti di situ ada Irwan, begitu
juga sebaliknya — kebetulan lagi, Laila, adik sepupu Bobby juga satu angkatan dengannya.
Seiring dengan kedekatan keduanya, diam-diam, ternyata Irwan menaruh hati pada Laila. Gadis cantik berkerudung yang
murah senyum serta memiliki cita-cita yang demikian luhur, ingin menjadi sarjana kesehatan masyarakat dan kelak bisa
mengabdikan dirinya di daerah pedesaan.
Cita-cita Laila itulah yang membuat Irwan jatuh hati. Maklum, ia juga bercita-cita ingin mengabdikan diri di kampung halamannya
yang jauh dari keingaran. Kesamaan itu pulalah yang membuat Irwan dan Laila (tanpa Bobby tentunya)
juga sering terlihat jalan atau berbincang bersama tentang berbagai hal, mulai dari
mata kuliah, kehidupan sampai dengan harapan yang diinginkan oleh masing-masing.



Hingga pada suatu hari, usai menjadi di tengah-tengah hamparan sawah yang menghijau dan semilir angin, mendadak
Irwan menghentikan langkahnya. Laila yang berjalan di depannya langsung menoleh
dengan pandangan penuh tanya. Irwan yang melihat Laila seperti itu hanya tersenyum dan langsung berkata dengan
halus; “Lail, sebenarnya, selama ini aku menyimpan perasaan sayang kepadamu.”
Laila tampak terlihat kaget dan terdiam sesaat. Tak lama kemudian, terdengar
suaranya dengan terbata-bata; “Bang Ir, selama ini Lail menganggap abang sebagai
kakak kandung sendiri. Maafkan Lail Bang…”“Ufh …” hanya itu yang keluar dari mulut
Irwan yang seolah hendak melepaskan segala beban yang tiba-tiba serasa
menghimpit dadanya.



Seolah tak ada kejadian yang berartti, keduanya pun kembali meneruskan perjalanannya dalam diam. Sekali ini tak ada
lagi dendang atau gurauan yang terlontar dari mulut keduanya, mereka jadi terkesan
kaku. Irwan dan Laila hanya berjalan menuruti kaki yang melangkah menuju ke tempat truck dan teman-teman lainnya yang memang sudah menunggu. Sepanjang perjalanan bahkan sampai di kampus, tidak ada kejadian yang berarti.
Menginjak hari ketiga, Bobby tiba-tiba datang dan bertanya; “Ir … kenapa tiga hari
ini kau gak pernah main ke rumah lagi?”
“Maaf … Bang, aku gak enak badan,” jawab Irwan dengan gagap.
“Oh … aku kira ada masalah apa…”sahut Bobby cepat.



Irwan menggeleng sambil mohon diri untuk segera masuk ke kelas karena dosen
sudah datang. Sepanjang hari itu hati dan pikiran Irwan benar-benar sangat galau.
Bahkan, tak ada satu mata kuliah pun yang bisa atau berhasil dicernanya dengan baik.
Yang ada dalam benaknya hanyalah wajah ayu Laila, gadis yang acap mengenakan
kerudung merah jambu dengan senyumnya yang demikian menawan itu ….
“Ah … bisa-bisa aku mati dalam kubangan cinta yang tak bertepi…” bisik
hatinya mencoba untuk melawan.
Tak lama kemudian, hatinya kembali berbisik; “Tetapi, bagaimana bila aku bisa
mendapatkan ilmu sekaligus cinta …!”
“Ah … yang terakhir harus benar-benar kuperjuangkan. Ilmu sekaligus cinta …”
bisik hatinya dengan mantap. Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, hatinya
pun kian bertambah mantap. Perlahan, tapi penuh kepastian, wajah Irwan pun kembali
sumringah seperti sedia kala.
Singkat cerita, usai Ujian Akhir Semester, sementara menunggu hasil ujian dan pengisian Kartu Rencana Studi, kebanyakan, para mahasiswa yang berasal dari daerah kembali ke kampung halamannya masing-masing
— begitu juga dengan Irwan.
Di kampung halamannya, seperti biasa, Irwan pun yang pulang kampung segera menyambangi semua keluarga dan
sahabatnya. Dan ketika berjumpa dengan pamannya, Irwan pun langsung memeluk dengan penuh sukacita.
Semua hanya tersenyum dan maklum,
Irwan memang paling disayang oleh paman Herman. Dan setelah keduanya sejenak
melepaskan kerinduan dengan saling bertukar kabar, dengan penuh selidik,
paman Herman pun bertanya; “Nampaknya ada sesuatu yang khusus yang akan engkau
bicarakan pada paman?”



Irwan tergagap. Ia tak menyangka bakal mendapatkan pertanyaan yang seperti itu. Dengan gagap, ia pun menjawab; “Be .. be …
benar paman.”
“Masalah cinta?” Desak sang paman.
“inilah yang kusuka dari paman…” sahut Irwan yang sudah bisa menguasai diri, “tanpa perlu kita bercerita panjang lebar,
jawaban pasti akan langsung diberikan,” imbuhnya.
“Sekali ini tidak. Engkau harus menceritakan dengan jujur dan apa tujuanmu,” jawab sang paman dengan hatihati.
“Ah …” sahut Irwan sambil menepuk dahinya, “baru kali ini aku melihat paman demikian serius.”
“Engkau sudah dewasa, dan rasanya, enggan paman membantumu jika hanya
untuk mempermainkan atau mengajuk hati perempuan,” sahut sang paman tegas. Dengan singkat dan hati-hati, Irwan pun menceritakan apa yang dialaminya.
Sang paman hanya diam dan sesekali menghembuskan asap rokok yang
dihisapnya ke udara. Keheningan langsung menyungkupi ruang tamu rumah sang
paman … dan tak lama kemudian, terdengar suara sang paman; “Apakah engkau masih mendirikan shalat dengan tertib?”
“Insya Allah masih paman,” jawab Irwan.
“Baik … jangan sekali-kali engkau meninggalkan shalat,” lanjut sang paman.
Irwan hanya mengangguk. Dan kembali sang paman bertanya; “Apakah engkau
benar-benar akan menjadikan Laila sebagai istrimu?”
“Benar paman,” jawab Irwan mantap.
“Berjanjilah kepada Allah, jangan kepadaku. Semoga Allah berkenan
mempersatukan cinta kalian,” imbuh sang paman.
“Dimulai hari Senin, usai mendirikan shalat hajat dua rakaat, bacalah mantra
ini sebanyak 303 kali dan lakukan selama tujuh malam berturut-turut. Selanjutnya,
tiap usai mendirikan shalat fardhu, bacalah mantranya sebanyak tujuh belas kali
sambil tahan napas dan membayangkan wajahnya. Lakukan semuanya dengan penuh
kesungguhan,” papar sang paman panjang lebar.

Irwan hanya diam dan mencatat apa-apa yang diucapkan oleh pamannya. Sementara,
mantra yang harus dibaca adalah sebagai berikut;
selusuh selasih, tebu salak tumbuh di luwah
bersalah engkau kasih,
berdosa aku engkau sembah, berkat aku memakai;
pengasih Allah, pengasih Muhammad,
pengasih Bagindo Rasulullah,
berkat lailla hailallah



Karena liburan yang cukup panjang, maka, malam itu, kebetulan malam Senin,
Irwan pun langsung menjalankan apa yang diajarkan oleh paman Herman. Hari
terus berganti, pada hari Jumat, minggu berikutnya, pagi-pagi sekali, hp miliknya
tiba-tiba berdering. Irwan agak terkejut, di layar terpampang nama Laila. Laila
yang meneleponnya. Dan dengan harap-harap cemas, Irwan segara mengangkat
sambil langsung mengucap salam;



“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam,” terdengar jawaban Laila dari seberang sana,lembut, “Bang,
maafkan Lail ya … dan kapan Abang balik ke Jakarta?”
“Mungkin beberapa hari lagi menjelang kuliah Lail,” jawab Irwan dengan hati penuh
rasa gembira.
“Oh … salam buat semua keluarga di kampung ya Bang. I miss You,” jawab Laila
terdengar dengan nada penuh rasa cinta.
“Insya Allah akan abang sampaikan.
I miss You to,” jawab Irwan juga dengan penuh rasa cinta sambil terus melakukan
sujud syukur. Sekembalinya di Jakarta, boleh dikata, di mana ada Irwan pasti ada Laila. Keduanya
terus saja merajut tali kasih sambil menimba ilmu guna mencapai cita-cita masing-masing.